Monday, February 16, 2009

Der Rote Baron (2008)


Niama Film

Genre : Drama - Perang

Durasi : 120 menit

Sutradara : Nikolai Mullerschon

Pemain :
Matthias Schweighofer sebagai Manfred von Richthofen
Lena Headey sebagai Kate Otersdorf
Til Schweiger sebagai Werner Voss
Maxim Mehmet sebagai Friedrich Sternberg

Tanggal Rilis : 10 April 2008 - Jerman

Award :

Rating : 12 (Jerman)

Layak ditonton : 3,5 (skala 1-5)


Tidak banyak film yang mengangkat cerita tentang Perang Dunia 1. Bahkan jujur saja, baru kali ini saya menonton film berkaitan dengan Perang Dunia 1 yang berasal dari Jerman. Sebelumnya, saya menonton hanya dari versi Hollywood.

Der Rote Baron mengisahkan tentang pilot tempur handal Jerman yang juga seorang Baron bernama Manfred von Richthofen. Ia mendapat julukan tersebut setelah mendapat promosi memimpin sebuah skuadron pesawat tempur dan ia mengecat pesawatnya dengan warna merah – sebuah warna yang dianggap tabu untuk dipakai sebuah pesawat karena menghilangkan efek kejutan bagi musuh.
Tapi, hal itu rupanya bukan tanpa alasan. Sebagai seorang Baron, ia terbiasa dengan nilai-nilai sportifitas. Itu mengapa ia tidak mau menembak sembarangan, dan juga tidak terus pesawat musuh yang sudah jatuh. Bahkan, ia rela masuk jauh ke wilayah musuh demi memberikan karangan bunga (yang dilemparkan dari atas pesawat) untuk teman yang juga sekaligus musuhnya.
Sebagai seorang prajurit, tentu ia pun pernah mendapat luka ketika bertugas. Ketika itulah ia semakin dekat dengan seorang perawat bernama Kate Otersdorf. Lewat pertemuan ini, Manfred – yang diangkat menjadi salah satu pahlawan perang Jerman di Perang Dunia 1 – dapat melihat bahwa perang ternyata lebih brutal daripada yang ia kira.

Menyaksikan film ini, agak mengingatkan saya pada film “Pearl Harbour” atau “Fly Boys”. Ada beberapa kekurangan dalam film ini. Kekurangan pertama adalah dialog didominasi oleh Bahasa Inggris yang menurut saya malah mengurangi keaslian film ini dan membuatnya tampak semakin mirip dengan film-film sejenis. Kekurangan lainnya adalah adegan yang agak “meloncat-loncat”. Aliran adegan kurang halus sehingga tampak seperti potongan-potongan yang disatukan. Dan yang paling fatal buat saya adalah pertempuran terakhir sebagai klimaks malah tidak ditampilkan sama sekali. Mungkin ini berkaitan dengan fakta bahwa sampai sekarang pun masih belum diketahui secara pasti siapa yang menjatuhkan pesawat Manfred.
Walau demikian, acungan jempol boleh diajukan untuk adegan pertempuran pesawat tempur klasik dan juga adegan-adegan di parit-parit medan depan. Jadi, walau tidak terlalu bagus, film ini cukup untuk menambah pengetahuan bagi mereka yang menggilai film mengenai tokoh perang.

1 comment:

Christy Wenas Krause said...

Hi Willie,

My name is Christy Wenas Krause. Saya baru join Yesus Online. Saya suka movie ini. I used to live in Jakarta. You look familiar. What SD school did you go? Did you go to SD YBPK? Do you know Yohana Rindo-Rindo?

Tuhan Berkati.