Wednesday, July 30, 2008

Mad Money


Big City Pictures

Genre : Comedy

Durasi : 104 menit

Sutradara : Callie Khouri

Pemain :
Diane Keaton sebagai Bridget Cardigan
Katie Holmes sebagai Jackie Truman
Queen Latifah sebagai Nina Brewster

Tanggal Rilis : 18 Januari 2008

Rating : 4 (skala 1-5)


Kejahatan itu menular. Itulah pesan yang ingin dibawa oleh film ini.
Bridget harus menghadapi kenyataan bahwa pada suatu hari suaminya harus kehilangan pekerjaan. Dengan gaya hidup kelas atas dan tagihan yang harus dibayar, maka Bridgette mulai mencari pekerjaan. Berbagai hal ia coba sampai akhirnya ia dapat bertugas di Federal Reserve Bank pada bagian house keeping. Suatu tempat yang penuh dengan uang – tepat seperti yang ia butuhkan saat itu.
Dalam Federal Reserve Bank, ada satu bagian yang bertugas menghancurkan uang yang rusak. Dari sinilah ia mendapat inspirasi untuk menutup tagihan dan tetap berada pada status sosialnya. Bridget merancang cara untuk “memanfaatkan” uang tersebut dengan menulari beberapa orang yang dianggap potensial menjadi “partner in crime”nya.

Lalu, apakah hal itu melanggar hokum? Secara hukum, tidak ada yang ia curi dari pemerintah karena itu adalah uang yang sudah dianggap tidak ada. Walau demikian, tetap saja hal itu tidak benar. Dan Bridgette dan rekan-rekannya pun harus berhadapan dengan agen pemerintah.

“Mad Money” adalah sebuah film ringan. Hadirnya para aktris pemenang penghargaan mulai dari Oscar sampai Black Award membuat film ini tidak sulit untuk dicerna. Kecerdasan berperan Diane Keaton (pemenang Oscar untuk “Best Actress in a Leading Role” dalam film “Annie Hall” – 1977), Queen Latifah, serta Katie Holmes membuat film ini sangat cocok dinikmati di saat santai. Sang sutradara sendiri, Callie Khouri, adalah penulis naskah dan sutradara film “Divine Secrets of the Ya-Ya Sisterhood” (2002).

Tuesday, July 29, 2008


Joyeux Noel / Happy Christmas (2005)

Nord Ouest Production

Genre : Drama - Perang

Durasi : 116 menit

Sutradara : Christian Carion

Pemain :
Diane Kruger sebagai Anna Sorensen
Benno Furman sebagai Nikolaus Sprink
Guillaume Canet sebagai Letnan Audebert
Gary Lewis sebagai Palmer

Tanggal Rilis : 9 November 2005 di Perancis

Penghargaan :
2005 – Audience Award – Menang dalam “Best Feature” (Christian Carion)
2005 – FIPRESCI Prize – Menang untuk Christian Carion

2006 – Oscar – Nominasi dalam “Best Foreign Language Film of The Year”
2006 – BAFTA Film Award – Nominasi dalam “Best Film not in the English Language”
2006 – Cesar – Nominasi dalam “Best Costume Design”
“Best Film”
“Best Music Written for a Film
“Best Production Design”
“Best Supporting Actor”
“Bedt Writing – Original”
2006 – Golden Globe – Nominasi dalam “Best Foreign Language Film”

Rating : 5 (skala 1-5)


Adakah kedamaian di dalam perang? Apalagi kedamaian dari mereka yang sedang bertikai.

Ketika Perang Dunia Pertama baru dimulai, tiga negara berhadapan di wilayah Perancis. Di satu sisi Jerman berhadapan dengan Perancis yang dibantu Skotlandia. Pertempuran itu sama-sama membuat mental dan fisik keduanya terkuras.
Lalu datanglah malam Natal. Ketika itu kedua belah pihak, sesuai dengan tradisi dan bahasa masing-masing, merayakannya di tengah keheningan dan rasa takut. Suara yang mereka keluarkan masing-masing dapat didengar oleh pihak musuh. Dan hal yang unik pun terjadi. Akhirnya kedua belah pihak pun sepakat mengadakan gencatan senjata pada keesokan harinya untuk bersama-sama merayakan Natal.

Sayangnya, hal tersebut tidak berlangsung lebih lama. Ketika trompet perang kembali ditiup, mereka harus kembali bermusuhan. Di saat itulah rasa kemanusiaan datang menghampiri mereka.

Film ini yang terinspirasi dari kisah nyata ini mengangkat hal yang cukup jarang kita lihat dalam film perang. Di sini kita tidak harus melihat darah bercucuran, intrik-intrik di balik keputusan pimpinan, atau cinta sepasang kekasih saat perang membara. Kita justru melihat bagaimana musuh pun adalah manusia yang sama-sama memiliki rasa kasih. Dan rasa kasih itu dapat mengalahkan permusuhan. Ketika hati kita berbicara, apakah kita masih mau melanjutkan permusuhan itu?

Christian Carion sebagai sutradara cukup baik mengangkat tema ini. Walau demikian, sang sutradara tampaknya sedang menjalani puasa produksi karena setelah “Joyeux Noel”, belum ada lagi film yang ia sutradarai.
Satu catatan penting, dalam film yang dilarang di Malaysia ini, lagu menjadi hal utama yang diangkat. Karena itu, para pemain yang harus bernyanyi memiliki stunt khusus. Diane Kruger digantikan Natalie Dessay (seorang Soprano Perancis) sedangkan Benno Furman diganti oleh Rolando Villazon (seorang Tenor berkebangsaan Mexico).

Raja 1918 (2007)

Border Production
Durasi : 114 menit

Sutradara : Lauri Torhonen

Pemain :
Martin Bahne sebagai Carl von Muck
Minna Haapkyla sebagai Maaria Lintu
Tommi Korpela sebagai Heikki Kiljunen
Leonid Mozgovoy sebagai Major Gentsch

Tanggal Rilis : 30 November 2007

Rating : 4 (skala 1-5)


Setting film di sekitar tahun 1918 dimana Finlandia terbagi menjadi 2 dalam perang saudara. Kaum Merah yang didukung Rusia melawan Kaum Putih yang nasionalis. Kemenangan Kaum Putih di tahun 1918 membuat Kaum Merah harus tersingkir dan mengungsi ke Rusia – walau tidak sedikit yang masih mencoba untuk bertahan di negaranya. Keadaan ini lah yang direkam lewat film yang berdasar atas kisah nyata dari ayah produser Jorn Donner.

Seorang perwira bernama Carl von Muck dikirim untuk memimpin tentara yang bertugas di perbatasan. Pada awalnya kehidupan berjalan dengan baik. Perbatasan tidak terlalu menjadi hal yang susah untuk diawasi karena masyarakat di sana sudah terbiasa melintasi batas kedua negara. Mereka tinggal di area Finlandia dan bekerja di area Rusia atau sebaliknya. Sampai pada satu saat, pemerintah pusat meminta semua perbatasan dijaga ketat untuk menghindari kaburnya para pimpinan Kaum Merah dan juga menahan laju pengungsi Rusia karena kekacauan di negaranya.
Di tengah keadaa itu, von Muck pun menjalin hubungan dengan beberapa orang. Mulai hubungan cinta dengan seorang guru yang menjadi asistennya sampai pimpinan tentara perbatasan Rusia. Keadaan semakin runyam ketika ia mengetahui bahwa ternyata salah seorang pimpinan Kaum Merah ternyata sedang bersembunyi di daerahnya.

Satu hal yang menarik dari film ini adalah bagaimana dalam kondisi seperti di atas kita dapat mempercayai orang terdekat kita. Tidak mustahil mereka yang kita anggap musuh ternyata dapat menjadi sahabat dan mereka yang dekat kita malah bisa menjadi musuh dalam selimut.

Heroes and Villains (2008)
BBC
Durasi : @ 60 menit

Sutradara :
Attila The Hun - Gareth Edwards
Spartacus - Tim Dunn
Shogun - Arif Nurmohamed
Cortes - Andrew Grieve
Richard The Lionheart - Nick Green
Napoleon - Nick Murphy

Pemain :
Attila The Hun - Rory McCann
Spartacus - Anthony Flanagan
Shogun Tokugawa - James Saito
Hernan Cortes - Brian McCardie
Richard The Lionheart - Stephen Waddington
Napoleon - Tom Burke

Tanggal Rilis :
Attila The Hun - 2008
Spartacus - 29 Feb 2008
Shogun - 24 Mar 2008
Cortes - 15 Mar 2008
Richard The Lionheart - 22 Mar 2008
Napoleon - 12 Nov 2007

Rating : 5 (skala 1-5)


Sekali lagi BBC membuat film dokumenter yang bagus. “Heroes and Villains” adalah sebuah rekaman hidup mengenai 6 orang pejuang yang dicatat sejarah atas apa yang mereka lakukan. Ke enam orang tersebut adalah Spartacus dari Romawi, Attila The Hun, Shogun Tokugawa dari Jepang, Hernan Cortes dari Spanyol, Raja Richard dari Inggris, dan yang terakhir adalah Napoleon dari Perancis.

Lewat masing-masing peristiwa, sejarah mencatat mereka sebagai orang yang melakukan sesuatu yang berdampak besar, tidak hanya bagi perseorangan, tetapi juga bagi sebuah bangsa bahkan peradaban.
Sayangnya, walau kita dapat menyaksikan para tokoh tersebut dari berbagai bangsa, bahasa umum yang digunakan adalah bahasa Inggris. Hanya sedikit bahasa non Inggris dalam film ini. Padahal kita tahu bagaimana bangganya orang Jepang dengan bahasa mereka. Juga bagaimana sikap orang Prancis terhadap bahasa mereka. Walau demikian, film ini tetap sangat menarik untuk dinikmati. Apalagi setiap kisahnya memuat petikan kalimat yang dapat membuka wawasan dan cara pandang kita terhadap sesuatu.

Satu hal menarik yang dapat kita tarik dari film ini adalah “Apakah posisi tokoh ini bagi kita. Apakah ia seorang pahlawan (hero) atau malah penjahat (villain)?”
Lewat film ini, pertanyaan itu akan semakin mengambang dan tinggal kita mau berada di posisi yang mana pada saat melihat tindakan mereka.

The Ten (2007)

City Light Pictures
Durasi : 96 menit
Sutradara : David Wain
Pemain :
Paul Rudd (“Night At The Museum” sebagai Don) sebagai Jeff Reigert
Adam Brody (“The OC” sebagai Seth Cohen) sebagai Stephen Montgomery
Winona Ryder sebagai Kelly La Fonda
Ken Marino sebagai Dr. Glenn Richie
Jessica Alba sebagai Liz Ann Blazer

Tanggal Rilis : 19 Januari 2007 di Sundance Film Festival
Rating : 2 (skala 1-5)

Apa jadinya kalau sepuluh Hukum Taurat dijabarkan dalam sepuluh kisah dengan setting saat ini? Film The Ten mencoba mengangkat hal tersebut. Dari posternya saja, kita dapat melihat bahwa film ini bergenre komedi karena memplesetkan lukisan “Penciptaan Awal” Da Vinci . Walau demikian, ia bukan lah komedi untuk anak-anak. MPAA memasukkan film ini ke golongan “R” karena dialog, dan beberapa adegan telanjang, dan penggunaan obat terlarang.

Film pendek pertama adalah mengenai Stephen Montgomery yang lupa membawa parasut sewaktu terjun payung. Hal ini membuatnya tertanam di dalam tanah dan dari sini lah cerita-cerita lain berkembang. Mulai dari perselingkuhan pacarnya sampai dengan bagaimana akhir kisah cinta sang pacar yang cukup mengejutkan. Lalu ada juga cerita mengenai seorang penjaga perpustakaan dan seorang dokter yang sering membuat olok-olok dalam segala hal. Untuk menyelingi kesepuluh cerita tersebut, kehidupan narrator pun menjadi hal tersendiri yang membuat kita terus mau menonton sampai akhir. Satu hal yang perlu dicatat, sang narrator adalah Paul Rudd yang juga menjadi produser film ini. Wajah Paul Rudd mungkin dapat kita ingat dalam serial “Friends” sebagai Mike Hannigan. The Ten adalah film pertama yang ia produseri.

Menonton film ini seperti sedang membaca buku “….for dummies” yang dulu sempat populer. Sebuah hal yang berat dijabarkan dalam berbagai contoh yang ringan. Mungkin karena tema setiap film pendek yang cukup absurd, maka bisa jadi film ini belum tentu bisa diterima banyak pihak. Apakah anda dapat membayangkan bagaimana perintah “hormatilah hari Sabat” diangkat dengan cerita pesta telanjang para suami pada saat istri mereka pergi ke gereja? Atau “hormatilah ayah dan ibumu” diangkat dengan cerita sepasang anak kulit hitam yang lahir dari pasangan kulit putih? Ya, mungkin memang film ini adalah gambaran bagaimana beberapa pihak menganggap sah-sah saja membuat komedi dari sesuatu yang sakral. Satu hal, tampaknya film “The Ten” belum tentu dirilis di Indonesia karena dengan sangat jelas dapat menimbulkan polemik terutama di kalangan Kristen.